Sabtu, 26 Maret 2011

sekilas mengenai Rumah Sakit Nunukan

oleh: tim perumus buku profil RS Nunukan
Sejarah Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan
Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan diawali dengan pengalihan fungsi puskesmas perawatan Kecamatan Nunukan yang didirikan pada tahun 1970 menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Kab Nunukan tahun 2003. Hal ini didasari pada pertengahan tahun 2002 terjadi pemulangan TKI dari Malaysia secara besar-besaran, sehingga jumlah penduduk di Nunukan meningkat tajam dan berdampak pada timbulnya masalah-masalah kesehatan yang kompleks. Untuk menghadapi permasalahan kesehatan tersebut, maka pada tahun 2003 pemerintah daerah meningkatkan status  Puskesmas Nunukan menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan. Dan secara permanen dibangun gedung RSUD yang terletak di jalan Sei Fatimah Kelurahan Nunukan Barat di atas lahan seluas 6 hektar dan mulai difungsikan pada tahun 2008 dan memperoleh nomor registrasi pada tahun 2009 dengan nomor kode : 6408025 (Depkes, 14 pebruari 2008).
Dalam rangka peningkatan kesehatan kepada masyarakat, pada 21 Oktober 2010, RSUD beralih status menjadi badan layanan umum daerah (BLUD)
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan terdiri dari 12 (dua belas) unit gedung utama, yaitu : gedung administrasi, gedung poliklinik/fisiotherapi, gedung UGD/radiologi, gedung kebidanan, gedung kantin, gedung laboratorium/CSSD, gedung ICU/OK, gedung perawatan I, gedung perawatan II, gedung Perawatan III, gedung loundry/gizi dan gedung IPSRS.
        Struktur Organisasi
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 22 Tahun 2008, maka struktur organisasi RSUD Kabupaten Nunukan adalah :
1.      Direktur;
2.      Bagian Tata Usaha, terdiri dari :
a.    Sub. Bagian Perencanaan & Penyusunan Program;
b.    Sub. Bagian Umum & Kepegawaian;
c.    Sub. Bagian Keuangan;
3.      Bidang Perawatan yang terdiri dari :
a.    Seksi Keperawatan I;
b.    Seksi Keperawatan II;
4.      Bidang Pelayanan Medik yang terdiri dari :
a.    Seksi Pelayanan Medik I;
b.    Seksi Pelayanan Medik II;
5.      Bidang Litbang dan Pengawasan yang terdiri dari :
a.     Seksi Penelitian dan Pengembangan;
b.    Seksi Pengawasan dan Pengendalian; dan
6.    Kelompok Jabatan Fungsional


Data Tenaga Fungsional
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan
Tahun 2010
No
Klasifikasi
Jumlah
(Orang)
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Spesialis Kandungan
Spesialis Anak
Spesialis Bedah
Sp. Penyakit Dalam
Spesialis Anesthesi
Dokter Umum
Dokter Gigi
Apoteker
Asisten Apoteker
Sarjana Farmasi
Bidan
Perawat
Penata Anasthesi
Penata Fisiotherapy
Nutrisionis
Teknisi Elektromedik
rekam Medik
Analis Kesehatan
Penata Radiologi
1
1
1
1
1
19
1
4
2
3
25
110
1
4
7
2
2
7
5

PPDS
PPDS
PPDS
PPDS

Jumlah
197

Ket : PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis)

Visi dan Misi
a.       Visi
Visi RSUD Kabupaten Nunukan adalah : “Rumah Sakit Perbatasan Terbaik di Indonesia”
b.      Misi
1.      Memberikan pelayanan kepada masyarakat perbatasan, pedalaman dan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan kualitas tertinggi melalui upaya kuratif, rehabilitative, preventif dan promotif secara terintegritas;
2.      Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia rumah sakit melalui upaya pendidikan dan pelatihan;
3.      Mengadopsi teknologi kedokteran yang canggih guna meningkatkan efektifitas dan efesiensi pelayanan;
4.      Membangun jejaring kerjasama dengan rumah sakit rujukan, perguruan tinggi, swasta dan sektor terkait lainnya.

Kamis, 17 Maret 2011

Larangan Merokok di Lingkungan Rumah Sakit Umum Nunukan (bagian satu)

oleh : Senoaji Wijanarko

Kebiasaan merokok bagi sebagian masyarakat sangat sulit ditinggalkan, utamanya yang sudah kecanduan, tanpa rokok serasa hampa. Sebagai salah satu kebiasaan (buruk), asap rokok dewasa ini begitu memasyarakat tidak mengenal umur dan lokasi. Mulai dari fasilitas umum non kesehatan hingga fasilitas kesehatan semisal klinik, puskesmas, dan rumah sakit tak terkecuali Rumah Sakit Umum Nunukan. 

Begitu buruknya kebiasaan merokok ini hingga merambah ke beberapa oknum Rumah Sakit yang notabene seharusnya mengerti mengenai efek negatif merokok ini dan seharusnya pula menjadi contoh bagi masyarakat agar tidak merokok di lingkungan Rumah Sakit. Tulisan ini tidak akan membahas  mengenai betapa banyak penyakit yang diakibatkan merokok dalam jangka pendek hingga jangka panjang. Namun lebih ke dampak kesehatan dan sosial  bagi para perokok pasif.

Perokok pasif adalah orang yang tidak merokok, namun kebetulan "bernasib buruk" berada di lingkungan perokok. Perokok pasif ini bisa siapa saja, mulai bayi baru lahir yang kebetulan bapak/ ibunya perokok, hingga lansia (lanjut usia). Banyak alasan seseorang tidak merokok, antara lain: alergi asap rokok dan tidak biasa merokok. Seseorang yang tidak merokok dengan alasan alergi umumnya menghindari asap rokok maupun kebiasaan buruk ini, karena efeknya pada saluran pernafasan hingga paru-paru begitu spontan. Tak kurang mulai dari batuk, bersin-bersin, hingga pada kasus yang lebih parah radang paru-paru.

Mengapa perokok pasif sangat mudah terganggu kesehatannya jika dibandingkan perokok aktif?

Pertama, perokok aktif pada umumnya "lebih siap", mempersiapkan dirinya untuk membatasi sejauh mana asap rokok ini terhirup dalam saluran pernafasannya. Berbeda dengan perokok pasif, golongan ini sama sekali tidak siap menerima asap rokok, ditambah lagi jika alergi justru memperparah kondisinya. Masalah ini makin diperburuk dengan ketidakberanian lingkungan melarang perokok aktif menghentikan aksi merokok di tempat umum tanpa memperdulikan lingkungan. Akhirnya bisa ditebak perokok pasif ini dipastikan akan sakit.
Kedua, masih terkait dengan point pertama, aksi merokok yang "dibiarkan" ini menjadi "role model" yang seolah bisa ditiru masyarakat pelajar dan dewasa usia produktif ditambah lagi "sugesti -salah" iklan rokok yang meracuni melalui semua media massa di Indonesia, semakin memperburuk keadaan dengan munculnya "kader" perokok-perokok baru di lingkungan kita. Di beberapa tempat, serasa bukan hal tabu sang anak di usia sekolah merokok bahkan minum alkohol bersama ayah atau pamannya. Tentu hal ini pun bukan tanpa sebab,  jika ditelusuri lebih jauh permasalahan ekonomi menghimpit memaksa kondisi yang menyebabkan tingkat pendidikan rendah sehingga apa yang diajarkan di dunia pendidikan tidak sampai sasaran.